Rabu, 17 Oktober 2007

Greenpeace Akan Beberkan Kerusakan Hutan Riau di Konferensi Dunia

[Tempo Interaktif] - Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional, Greenpeace, akan memanfaatkan momen konferensi perubahan iklam dunia di Bali pada Desember mendatang untuk menyampaikan kerusakan hutan di Riau. Saat ini Greenpeace tengah mengumpulkan data untuk dilaporkan kepada para pemimpin pemerintahan dunia yang akan menghadiri konferensi tersebut, termasuk Presiden Amerika Serikat George W Bush.

"Kita akan paparkan kerusakan hutan di Riau kepada pemimpin-pemimpin negara dunia," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Hapsoro, Rabu (17/10). Menurut Hapsoro, saat ini timnya tengah memantau sampai sejauh mana tingkat kerusakan hutan yang terjadi sehingga memicu pemanasan global di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. "Dia Riau kita tahu tiap tahun terjadi kebakaran hutan," ujarnya.

Menurut perhitungan Greenpeace, Riau adalah salah satu kawasan kerusakan hutan yang paling parah dan terbesar. "Riau itu salah satu kawasan dengan perusakan dan kebakaran hutan terparah," tegasnya. Tak hanya kebakaran hutan yang menjadi bencana tahunan.

Menurut Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Susanto Kurniawan, dalam kurun waktu 20 tahun sejak1987-2007, suhu udara di Riau meningkat hingga 2 derajat Celcius. Bila di malam hari suhu yang sebelumnya berkisar 20 derajat Celcius, kini naik menjadi 22 derajat Celcius. Kenaikan suhu ini, menurut Susanto, disebabkan pembukaan hamparan lahan gambut menjadi hutan tanaman indutri dan pembakaran lahan diatasnya.

Dari data Jikalahari, hamparan gambut berkedalaman di atas 3 meter di Provinsi Riau ini luasnya hampir mencapai setengah dari luas keseluruhan kawasan Riau. Dengan kedalaman gambut seperti itu, hutan di atasnya harus dilindungi pemerintah. “Jangan memberikan izin pemanfaatan kepada perusahaan secara serampangan seperti yang terjadi selama ini.” ujar Susanto.

Ia menambahkan, saat ini setidaknya 814 ribu hektar lahan di Riau dimiliki oleh dua perusahaan besar industri bubur kertas beserta ratusan perusahaan mitra. Belum lagi 200 ribu hektar lainnya yang diperuntukkan bagi usaha perkebunan. “Lahan-lahan tersebut terletak di hamparan gambut," tambahnya.

Menurut Greenpeace, Indonesia saat ini mendapat sorotan dan kritikan tajam akibat kegagalannya menghentikan pembalakan liar yang semakin luas. Greenpeace menduga pembalakan liar telah menyebabkan kehancuran sekitar 2 juta hektar hutan setiap tahun sejak 2000 hingga 2005. Kelompok aktivis lingkungan hidup ini memperkirakan, saat ini Indonesia berada di peringkat tiga negara-negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar akibat penggundulan hutan. Urutan pertama Cina, dan Amerikat Serikat berada di urutan kedua. (*)

Tidak ada komentar: