Selasa, 22 Januari 2008

Hubungan Indonesia – Jepang Jangan Terganggu Persoalan Korporasi

[The Global Center] - Hubungan Indonesia – Jepang yang sudah berjalan dengan baik, sebaiknya terus dijaga oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan jajaran pemerintahan di bawahnya. Hal ini penting, mengingat Jepang merupakan salah satu negara sahabat yang sangat strategis dalam 50 tahun terakhir ini. Bahkan Kaisar Jepang telah mengutus Pangeran Akishino, sebagai tanda penghargaan pemerintah Jepang terhadap hubungan Indonesia .
Presiden SBY juga menekankan, perayaan hubungan Indonesia-Jepang memiliki tiga pilar utama yang harus terus dijaga. Tiga pilar itu yakni pilar budaya, pendidikan, dan persahabatan antarpemuda. Sebab, menurut Presiden, generasi muda mewarisi dan dapat memajukan hubungan di masa mendatang. Dilanjutkan, dalam merayakan hubungan baik kedua negara, sepanjang tahun 2008 ini akan diadakan berbagai rangkaian acara yang melibatkan kedua negara.
Tentu saja hubungan baik kedua negara ini jangan sampai terganggu oleh persoalan-persoalan korporasi yang saat ini melibatkan pengusaha kedua negara dan menjadi sorotan media massa . Seperti diketahui, saat ini pengusaha Jepang memendam kekecewaan terhadap perilaku mengusaha dalam negeri sehubungan dengan perlakuan hukum yang tidak adil terhadap salah satu investor Jepang, yaitu Marubeni Corporations. Di komunitas bisnis Jepang, masalah tersebut dikenal dengan istilah Tragedi Marubeni.
Tragedi bisnis Marubeni bermula dari pengambilalihan Sugar Group Companies (SGC) yang sebelumnya dimiliki oleh Grup Salim (yang terikat perjanjian MSAA) diserahkan kepada pemerintah, yang kemudian dilelang oleh BPPN dan kini dimiliki oleh Gunawan Yusuf melalui PT Garuda Panca Arta (GPA). Soalnya, GPA tidak mau membayar utang-utang SGC kepada Marubeni. Padahal, BPPN telah menjelaskan dan mengungkapkan keberadaan utang-utang tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Info Memo, bahkan PT GPA (Gunawan Yusuf) juga telah menandatangani Conditional Share Purchase and Loan Transfer Agreement (29 November 2001).
Bukan itu saja, GPA juga memina bantuan agar terjadinya restrukturisasi utang terhadap Marubeni. Pada 12 Maret 2003, GPA juga telah mengajukan penawaran utang kepada Marubeni menjadi 19 juta dolar AS dalam bentuk prommissory note – yang dapat diambil kesimpulan bahwa GPA (Gunawan Yusuf) mengakui utang-utang tersebut.
Sungguh sangat tidak masuk akal jika kemudian Marubeni Corporation yang memberikan utang PT Sweet Indolampung dan PT Indolampung Perkasa dan digunakan perusahaan untuk membangun pabrik gula dan pembelian mesin-mesin pabrik gula, kemudian menjadi pihak yang divonis bersalah. Padahal hingga saat ini pabrik dan mesin-mesin tersebut tetap beroperasi dan menghasilkan keuntungan yang signifikan dan dinikmati oleh pengusaha Gunawan Yusuf (pemilik baru).
Karenanya, jika persoalan hukum bisnis antar pengusaha Indonesia – Jepang ini bisa diselesaikan dengan baik dan berkeadilanmudah-mudahan akan semakin memuluskan hubungan baik yang sudah terjalin selama ini.

Tidak ada komentar: